Potency and opportunity of soybean farming system on upland in Sumbawa (NTB) and Sikka (NTT) districts
1996
Harsono, A. (Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang (Indonesia))
إنجليزي. The potency of upland for soybean production in Eastern Indonesia was quite large. In 1991, the harvested area of soybean in NTB and NTT were 119,215 ha and 24,257 ha, respectively of which about 15 percent of the area was cultivated in upland. Area of soybean production in Sumbawa covered of twenty percent of soybean production area in NTB, with productivity of 1,0 t/ha. In Sikka (NTT) soybean has not been developed. However, the soil and climate conditions are favorable for this commodity. Soybean yield in upland at Sumbawa and Sikka could be up to 2.3 t/ha and 2.5 t/ha, respectively. Development of monoculture soybean in these districts, especially in Sikka have not been developed, because farmers can not decrease maize production to met the food demand crop. Practicing of alley cropping of soybean between maize crop have a good prospect in the both districts. Cropping system as maize/soybean - mungbean in Sumbawa gave maize yield of 3.680 t/ha, soybean 1.646 t/ha, mungbean 0.829 t/ha, and increased the net profit from Rp 675,650/ha (farmers traditional) to Rp 2.214,425/ha. In Sikka, practicing of cropping system as maize / mungbean + groundnut + soybean + cassava gave enough maize production and increased the net profit from Rp 753,025/ha (farmers traditional) to Rp 1.547,500/ha. To adopt technology package, farmers have many constraints i.e.: lack of man power, seed, fertilizer, pesticide, limiting fund, function of institution has not been optimal, and the short of wet season
اظهر المزيد [+] اقل [-]مجهول. Potensi lahan kering untuk budidaya kedelai di Kawasan Timur Indonesia, masih cukup besar. Dari luas panen tahun 1991 yang mencapai 112.983 ha di NTB dan 4.683 ha di NTT yang diusahakan di lahan kering hanya sekitar 15 persen. Kabupaten Sumbawa (NTB) mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan produksi kedelai. Luas panen kedelai di kabupaten ini mencapai hampir 20 persen dari luas panen di NTB dengan produktivitas yang masih rendah, yakni sekitar 1,0 t/ha. Di Kabupaten Sikka, kedelai masih merupakan komoditas baru yang belum berkembang. Kondisi lahan dan iklim di Sikka sangat mendukung untuk pengembangan kedelai. Tanaman kedelai yang dikelola dengan baik di lahan kering Sumbawa dapat mencapai hasil 2,5 t/ha dan di Sikka 2,3 t/ha. Usahatani kedelai monokultur di kedua Kabupaten ini khususnya di Sikka belum dapat berkembang dengan baik, karena petani tidak dapat mengurangi produksi jagungnya sebagai bahan pangan utama. Penerapan tanam lorong kedelai di antara tanaman jagung, mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dengan tanpa mengurangi produksi jagung yang berarti. Penerapan pola tanam jagung // kedelai - kacang hijau di Sumbawa, mampu menghasilkan jagung 3,68 t/ha pipilan kering, kedelai 1,65 t/ha dan kacang hijau 0,85 t/ha, dengan memberikan keuntungan Rp 2.214.425/ha. Pola tanam jagung - kacang hijau (Tradisional petani), menghasilkan jagung 3,15 t/ha pipilan kering, kacang hijau 0,829 t/ha dan keuntungan Rp 675.650/ha. Di Kabupaten Sikka, pola jagung // kacang hijau + kacang tanah + kedelai + ubi kayu menghasilkan biji jagung yang cukup dan meningkatkan keuntungan bersih dari pola tradisional petani (jagung / kacang hijau + ubikayu) Rp 753.025/ha menjadi Rp 1.547.500/ha. Untuk mengadopsi paket teknik budidaya yang tersedia, petani menghadapi masalah: keterbatasan tenaga kerja, langkanya penyediaan sarana produksi, modal, kelembagaan yang belum berfungsi secara optimal dan masa tanam yang hanya 3-4 bulan/tahun
اظهر المزيد [+] اقل [-]