Studi Komparatif Pola Kemitraan dan Pola Swadaya pada Sistem Usaha Hutan Rakyat di Kabupaten Probolinggo
2018
Prasetia, Dimas Alfred
Turkish. Sejak 20 tahun lalu, kayu yang dihasilkan masyarakat dijadikan komoditaskomersil karena kayu dari hutan rakyat diperlukan sebagai alternatif pasokan bahanbaku ke industri pengolahan kayu. Besarnya permintaan kayu dijadikan latarbelakang masyarakat untuk membangun usaha hutan rakyat. Namun, keterbatasanmasih ditemukan pada sub sistem produksi, sub sistem pemasaran, sub sistempengolahan dan sub sistem kelembagaan sehingga berdampak pada praktek usahahutan rakyat. Pola kemitraan dan pola swadaya sudah diimplementasikan dalamhubungan antara petani dan industri. Oleh karena itu, penting untuk mengetahuiseberapa besar implikasi dari penerapan kedua pola pengelolaan terhadap sistemusaha hutan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara polakemitraan dan pola swadaya yang terdiri atas (1) Mengidentifikasi karakteristikproduksi hutan rakyat, (2) Menganalisis pemasaran kayu rakyat, (3) Menganalisispemangku kepentingan.Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan studi kasus pada desa yangterlibat pola kemitraan dan pola swadaya di Kabupaten Probolinggo. Desa tersebutyaitu Desa Segaran, Desa Pesawahan, dan Desa Andungbiru. Metode penentuaninforman dilakukan dengan teknik snowball sampling antara pola kemitraan danpola swadaya dan pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara semiterstruktur dan mendalam, serta studi literatur. Analisis data dilakukan secaradeskriptif kualitatif dengan pendekatan konsep sistem usaha hutan rakyat yangdibatasi pada analisis sistem budi daya, analisis saluran pemasaran, analisis strukturpasar, dan analisis pemangku kepentingan.Hasil penelitian menunjukan bahwa tanaman jenis sengon (paraserianthesfalcataria) dibangun dengan pola homogen, pola campuran dan pola agroforestri.Karakteristik produksi usaha hutan rakyat pola kemitraan dan pola swadaya tidakmemiliki perbedaan waktu implementasi di 18 kegiatan budi daya, namun memilikiperbedaan pada layanan bantuan di 3 kegiatan budi daya dan aturan yang digunakandi 7 kegiatan budi daya. Insentif seperti pemupukan awal, pengadaan bibit tanamdan sulaman didapatkan oleh petani kemitraan. Standar operasional prosedur (SOP)pada pemupukan awal, pengadaan bibit, penanaman, penyulaman, kegiatanpenebangan, pembagian batang, dan pengangkutan dijalankan petani kemitraankarena saling berhubungan dengan prasyarat perolehan insentif. Disisi lain, layananbantuan dan standar operasional prosedur di kegiatan budi daya tidak ditemukanpada petani swadaya sehingga kegiatan produksi dilakukan secara mandiri danbebas.Pola kemitraan teridentifikasi 3 saluran pemasaran yaitu saluran pemasarantingkat dua (petani-pedagang-sawmill Koperasi Alas Mandiri KTI (KAM KTI)-PTKutai Timber Indonesia (PT KTI)), saluran pemasaran tingkat satu (petani- sawmillKAM KTI-PT KTI), dan saluran pemasaran tingkat dua (petani-pegawai-sawmillKAM KTI-PT KTI). Dinamika saluran pemasaran vertikal teridentifikasi pada polakemitraan dikarenakan lembaga pemasaran yang terkontrol, koordinasi daniiiinformasi pemasaran yang terpusat, dan pemasaran yang terpadu. Struktur pasarmonopsoni teridentifikasi pada pola kemitraan dikarenakan petani anggotadiwajibkan menjual hasil kayu ke pembeli tunggal yaitu KAM KTI. Disisi lain,pola swadaya teridentifikasi 3 saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran tingkatsatu (petani-pedagang-indutri menengah besar), saluran pemasaran tingkat dua(petani-pedagang-gudang lokal-indutri menengah besar) dan dan saluranpemasaran tingkat satu (petani- gudang lokal-industri menengah besar). Dinamikasaluran pemasaran horizontal teridentifikasi pada pola swadaya dikarenakanhubungan lembaga pemasaran bersifat sementara, koordinasi dan informasi tidakterpusat, serta pemasaran yang bebas. Kecenderungan struktur pasar oligopsoniteridentifikasi pada pola swadaya dikarenakan saluran pemasaran kayu melibatkanbeberapa pembeli lokal (pedagang, gudang lokal) yang selanjutnya ditransferkan kebeberapa industri menengah besar.Pola kemitraan teridentifikasi 15 pemangku kepentingan terlibat. Pemangkukepentingan dengan pengaruh kepentingan tertinggi (key players) yaitu PT KTI,KAM KTI, petani kemitraan, dan tokoh agama. Pemangku kepentingan denganpengaruh tinggi kepentingan rendah (context setters) yaitu lembaga sertifikasi, danDinas Kehutanan Provinsi. Pemangku kepentingan dengan pengaruh rendahkepentingan tinggi (subjects) yaitu buruh tani, penjual bibit, pedagang, tim tebangdan tim sarad. Pemangku kepentingan dengan pengaruh kepentingan terendah(crowds) yaitu penyedia jasa angkut, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,pemerintah desa, lembaga swadaya masyarakat. Hubungan pemangku kepentinganpola kemitraan dibatasi oleh kontrak kemitraan sehingga berimplikasi padakeragaan yang terbatas. Disisi lain, pola swadaya teridentifikasi 12 pemangkukepentingan terlibat. Pemangku kepentingan dengan pengaruh kepentingantertinggi (key players) yaitu petani, pedagang, dan gudang lokal. Pemangkukepentingan dengan pengaruh tinggi kepentingan rendah (context setters) yaituDinas Kehutanan Provinsi. Pemangku kepentingan dengan pengaruh rendahkepentingan tinggi (subjects) yaitu industri menengah besar, penjual bibit, buruhtani, tim tebang dan tim sarad. Pemangku kepentingan dengan pengaruhkepentingan terendah (crowds) yaitu penyedia jasa angkut, Kelompok TaniSejahtera Satu, dan Kelompok Tani FMU Alas Makmur. Pemangku kepentinganpola swadaya dibentuk dari hubungan sementara dalam jual beli sehingga setiappemangku kepentingan bersaing untuk mendapatkan posisi terbaik di pola swadaya.
Show more [+] Less [-]Bibliographic information
This bibliographic record has been provided by IPB University