[Shark fishes and its utilization]
1997
Suwandi, R. (Institut Pertanian Bogor (Indonesia). Fakultas Perikanan)
unknown. Ikan cucut, yang juga dikenal dengan nama ikan hiu, adalah salah satu spesies ikan yang dicirikan oleh struktur tulangnya yang terdiri dari tulang rawan dan tingginya kandungan ammonia dalam dagingnya. Menurut catatan sejarah yang ditemukan di dinding-dinding gua manusia-manusia purba, manusia sudah memanfaatkan ikan cucut ini dalam jangka waktu ribuan tahun. Meskipun pemanfaatannya ini hanya terbatas pada daging untuk bahan makanan dan gigi untuk hiasan. Pada saat ini, ikan cucut tidak lagi dinilai sebagai bahan makanan dengan posisi minor, tetapi setelah berbagai hasil penelitian dilakukan diperoleh kenyataan bahwa ikan cucut mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hampir seluruh bagian tubuh ikan cucut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan manusia. Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada ikan cucut dalam rangka meningkatkan pemanfaatannya, tulisan ini dibuat dan dimuat secara berseri. Cucut adalah salah satu ikan bertulang rawan yang termasuk kelas Chondrichthyes. Dua anggota kelas Chondrichthyes lainnya adalah pari (rays) dan pari cucut (skates). Menurut Kreuzer dan Ahmed (1978), terdapat sekitar 250-300 spesies ikan cucut, sebagian besar diantaranya merupakan ikan karnivor. Ikan cucut mulai diperhitungkan sebagai bahan makanan manusia yang penting sejak akhir tahun 70-an, pada saat sumberdaya ikan yang lebih ekonomis mulai turun stoknya. Penurunan ini baik yang disebabkan oleh upaya penangkapan yag sangat intensif tanpa memperhitungkan faktor regenerasi sumberdaya ikan tersebut, maupun disebabkan oleh terjadinya penurunan kualitas lingkungan dimana ikan-ikan tersebut hidup. Akan tetapi, Morris (1975) menyatakan bahwa pemanfaatan ikan cucut sebagai bahan makanan manusia bukanlah merupakan fenomena baru; cucut sudah menjadi bagian dari budaya makan manusia mengiringi proses evolusi manusia sampai mulai hidupnya Homo sapiens, yaitu sejak jaman es yang terakhir. Pada jaman es terakhir, yaitu sekitar 60.000 tahun yang lalu, beberapa kelompok manusia primitif telah melakukan penangkapan ikan cucut. Pada jaman modern ini, Bangsa Cina tampaknya merupakan pionir dalam pemanfaatan ikan cucut (contohnya pemanfaatan hisit sebagai bahan utama sup). Puncak produksi ikan-ikan ekonomis penting hampir di seluruh dunia tampaknya telah terjadi sekitar tahun 60-an. Pada masa itu, jaring trawl dapat menangkap ikan sampai sebanyak 40 ton dalam satu tebar jaring. Setelah periode ini, hasil penangkapan ikan oleh nelayan semakin turun sampai sekarang (khususnya di perairan lepas pantai). Hal ini telah mendorong manusia untuk mengeksplorasi sumberdaya hayati perairan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia, baik yang langsung untuk bahan makanan maupun untuk bahan baku industri. Sumberdaya hayati ini yang umum terdapat di perairan pesisir antara lain cucut, lumba-lumba, kerang, siput rumput laut dll. Dengan demikian, tidaklah cukup alasan sekarang ini untuk mengklasifikasikan ikan cucut sebagai spesies yang belum termanfaatkan secara maksimal, khususnya bagi negara-negara berkembang dimana eksploitasi spesies-spesies ikan ekonomis penting dilakukan secara terus menerus dengan upaya konservasi biota dan lingkungannya, dirasakan sangat kurang. Ikan cucut sekarang ini, dapat dikatakan hampir seluruh bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan. Baik daging, kulit, tulang dan gigi, hati (minyak ikan dan squalen), maupun jeroannya. Dengan berkembangnya dunia ilmu pengetahuan dan komunikasi, pendidikan tentang konservasi sumberdaya alam perlu diberikan kepada para nelayan sejak dini. Pendidikan lanjutan juga perlu diberikan dalam hal efisiensi pemanfaatannya, yang mencakup juga diversifikasi pengolahan. Pendidikan ini bertujuan tidak hanya pada tercapainya peningkatan penghasilan nelayan, tetapi juga pada perbaikan gizi nelayan dan keluarganya, serta konsumen lainnya. Masalah terbesar yang berhubungan dengan pemanfaatan daging ikan cucut adalah adanya bau pesing yang berasal dari terjadinya konversi urea menjadi ammonia. Sejumlah besar urea yang terdapat dalam darah, cairan tubuh, dan jaringan daging ikan cucut (dan juga pada ikan pari), dalam kadar lebih dari 1,5 persen berat basah, dipercaya merupakan bagian dari mekanisme osmoregulasi yang mengatur daya selam dan daya apung dari ikan jenis Elasmobranchii ini. Pada dekade terakhir ini, kandungan logam raksa juga mulai diamati terdapat dalam jumlah lebih dari 0,5 ppm yang diijinkan oleh FAO. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan dalam upaya untuk mengurangi bau ammonia pada ikan cucut ini, antara lain dengan cara pengasapan, pemanggangan, dan perendaman dalam asam, maupun perebusan. Upaya lain dalam menurunkan bau ammonia ini juga banyak diteliti, antara lain dengan memanfaatkan bahan rempah-rempah yang banyak dihasilkan oleh negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara. Hanya saja belum dapat dibuktikan secara pasti apakah berkurangnya intensitas bau ammonia ini disebabkan oleh karena terjadi pengikatan urea dan ammonia oleh senyawa-senyawa aktif dalam rempah-rempah tersebut, atau hanya karena terjadinya kompetisi aroma diantara ammonia dengan rempah-rempah
Show more [+] Less [-]AGROVOC Keywords
Bibliographic information
This bibliographic record has been provided by Indonesian Center for Agricultural Library and Technology Dissemination