Cowpea supplementation on tofu processing
2002
Utomo, J.S. | Ginting, E.,Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang (Indonesia)
Английский. The usage of legumes other than soybean need to be increased to improve the society nutritional requirement and to reduce soybean import. An experiment on supplementation of soybean with cowpea as raw material of tofu was conducted. The research was carried out at RILET Post Harvest Laboratory from March to September 1997, using Wilis variety and three varieties of cowpea i.e. KT-1, KT-5 and Muneng local varieties. The experiment used factorial design, i.e. two factors and three replications. The first factor was cowpea varieties and the second one was the substitution level of cowpea (10 percent, 20 percent, and 30 percent) and 100 percent soybean as control. Observations were physical and chemical characteristics of soybean and cowpea, also the physical, chemical, protein digestibility and sensory characteristics of tofu. The results showed that the variety and concentration of cowpea were significantly different towards the physical and chemical characteristics of tofu. The substituted 10 percent tofu was relatively the same with control. The higher the cowpea concentration the lower the protein contents and texture of tofu. The protein digestibility of tofu increased in line with the increase of cowpea concentration, i.e. 93 percent on 20 percent substitution, while the control was only 69 percent. The level of cowpea subtitution influenced the sensory characteristics of tofu. The flavor of raw and fried tofu that was substituted with 10 percent cowpea was the same with control. However, the texture and taste of tofu was significantly different with control. Muneng local variety (white) produced white color tofu (no difference with tofu made of 100 percent soybean) for raw or fried tofu, while KT-1 and KT-5 produced darker tofu. Therefore, it was concluded that the 10 percent substitution of cowpea has a good prospect to be developed
Показать больше [+] Меньше [-]неизвестный. Pemanfaatan kacang-kacangan lain selain kedelai perlu ditingkatkan dalam upaya mendukung diversifikasi pangan, mencukupi kebutuhan gizi masyarakat dan membantu mengurangi impor kedelai. Untuk itu dilakukan penelitian suplementasi kedelai dengan kacang tunggak sebagai bahan baku pembuatan tahu di Laboratorium Pascapanen, Balitkabi pada tahun 1997. Bahan percobaan berupa biji kedelai varietas Wilis, kacang tunggak varietas KT-1, KT-5 dan lokal Muneng. Percobaan disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dua faktor dan tiga ulangan. Faktor 1 adalah tiga varietas kacang tunggak dan faktor 2 adalah tingkat suplementasi kacang tunggak terhadap kedelai (10 persen, 20 persen, dan 30 persen) dengan 100 persen kedelai sebagai kontrol. Pengamatan, meliputi sifat fisik dan kimia biji serta sifat fisik, kimia dan sensoris tahu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas dan tingkat konsentrasi suplementasi berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia tahu. Tahu yang disuplementasi dengan 10 persen kacang tunggak memiliki keragaan yang relatif sama dengan 100 persen kedelai untuk ketiga varietas. Semakin tinggi konsentrasi suplementasi kacang tunggak, tahu yang dihasilkan memiliki kandungan protein yang semakin rendah dan semakin lunak teksturnya sehingga hancur sewaktu digoreng. Nilai cerna tahu semakin tinggi dengan semakin tingginya suplementasi kacang tunggak pada kedelai. Aroma tahu mentah dan tahu goreng yang disuplementasi dengan 10 persen kacang tunggak relatif sama dengan 100 persen kedelai untuk ketiga varietas, sedang tekstur lebih lunak dan rasa antara cukup enak sampai kurang enak walau tidak ada yang menyamai rasa tahu 100 persen kedelai (enak). Warna tahu mentah dari varietas lokal (putih kehijauan) sama dengan kedelai 100 persen, namun setelah digoreng hanya yang tingkat suplementasi 10 persen yang sama dengan kontrol (antara kuning cerah-sedang). Sedang varietas KT-1 (coklat) dan KT-5 (coklat kemerahan) menghasilkan tahu yang warnanya relatif kusam (kurang disukai). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suplementasi dengan 10 persen kacang tunggak pada proses pembuatan tahu dapat dikembangkan lebih lanjut
Показать больше [+] Меньше [-]